KASIH DALAM KELUARGA
KEJADIAN 24:67
( Ibadah Raya 21 Agustus 2016 - Pdt. Yoyong Ch. Santosa )
Dalam Alkitab sulit ditemukan gambaran keluarga
ideal yang dapat dijadikan contoh. Seperti Abraham yang disebut Bapa orang
percaya, istrinya lebih dari satu. Ishak dan Ribka, ternyata juga memiliki
keluarga yang rumit. Bahkan Rasul Paulus yang diberikan ilham oleh Allah untuk
menuliskan dasar bagaimana harus berumah tangga pun ternyata tidak menikah.
Ketika sebuah pasangan memasuki kehidupan rumah
tangga yang baru, tentu ada sangat banyak harapan dan sejuta impian yang indah
dalam pikiran mereka. Mulai dari kehidupan yang membaik, ekonomi, juga tentang
keturunan. Tapi tidak sedikit juga akhirnya harapan itu hanya tinggal harapan
saja.
Ishak
dan Ribka yang rumah tangganya dibangun atas dasar cinta (ayat nats), semuanya
dimulai dengan indah. Ishak yang adalah putra
tunggal Abraham, dengan kekayaan berlimpah, telah memilih Ribka dengan seleksi
yang cukup ketat. Jika dilihat, mereka merupakan pasangan yang cukup ideal.
Namun di setiap keluarga pasti memiliki riak-riak permasalahannya sendiri.
Riak-riak dalam rumah tangga mereka mulai muncul ketika Ribka diketahui
mandul. Ketika Ishak dan Ribka menikah, Ishak berumur 40 tahun (Kejadian 25:20), dan Ishak berumur 60 tahun
ketika anak-anaknya lahir (Kejadian 25:26), ini berarti Ribka mandul kira-kira selama 20
tahun.
Kemudian, apakah masalah selesai ketika akhirnya
Ribka mengandung? Ternyata tidak. Ribka tidak tahan dengan bayi dalam
kandungannya yang selalu bertolak-tolakan, sakit yang luar biasa dirasakan oleh
Ribka sampai ia ingin mati rasanya (Kejadian 25:22-23). Dalam Kejadian 25:24-28 kita dapat melihat kedua anak
kembarnya lahir. Esau yang sulung berwarna merah dan berbulu, berkembang
menjadi seorang yang kasar tidak hanya fisik tetapi juga sifatnya. Ia suka
tinggal di padang dan menjadi kesayangan ayahnya. Sementara Yakub, memiliki
sifat lebih tenang, ialebih suka tinggal di kemah dan menjadi kesayangan
ibunya. Tapi sayangnya dengan kelahiran dua anak ini, hubungan Ishak dan Ribka
malah meregang. . Keluarga Ishak dan Ribka terpecah menjadi dua dunia kecil
yang terpisah, dunia milik Ishak-Esau dan dunia milik Ribka-Yakub.
Kemudian
masalah semakin parah saat Yakub menerima berkat hak kesulungan dari ayahnya.
Ribka sebagai ibu mungkin mengerti mengapa Allah lebih memilih Yakub, karena
Esau seringkali mengganggap sesuatu tidak penting, ia juga mengambil perempuan
- perempuan kafir sebagai istri (Kejadian 26:34-35), hal itu sangat tidak sukai oleh Ishak dan Ribka. Tetapi Yakub yang
meskipun mendapat berkat kesulungan dari cara yang licik, namun kehidupannya
tetap diarahkan kepada Allah.
Mungkin kita sebagai orang luar, mudah
saja berkata ‘Sayang sekali Ribka, kenapa dia tidak membicarakan tentang janji
Allah yang ia dengar kepada suaminya dengan baik-baik? Pasti suaminya mau
mengerti, dan hal buruk tidak akan terjadi. Namun kenyataannya, dua saudara ini
malah tidak akur, hubungan Ishak dan Ribka semakin jauh, wibawa seorang ibu
dari Ribka semakin berkurang, dan keluarga ideal ini akhirnya
berantakan.
Dimana letak kesalahannya? Apakah kesalahannya
terletak di Allah yang mempertemukan mereka? Tuhan tidak pernah merencanakan hal buruk, bahkan Tuhan membenci
perceraian (Maleakhi 2:16).
Kesalahan terletak pada manusianya yang tidak bisa
menjaga dengan baik berkat yang Tuhan berikan.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan hubungan keluarga Ishak dan Ribka yang seharusnya
ideal ini akhirnya gagal:
1. Ishak adalah seorang yang sangat kaya raya, dan
sangat sibuk. Itulah sebabnya Ribka lebih sering menghabiskan waktu hanya
dengan Yakub. Ishak gagal menjadi suami yang baik dan bijaksana. Padahal yang
perlu diperhatikan disini adalah tanggung jawab untuk membesarkan anak-anak
adalah tanggung jawab bersama suami dan istri, bukan tanggung jawab istri saja,
dan juga bukan tanggung jawab kakek-nenek.
2. Ribka memiliki paras yang cantik, namun itu bukan
hal yang menentukan dalam pernikahan. Kecantikannya malah membuat Ishak tidak
nyaman, Ishak takut mengakui Ribka sebagai istrinya (Kejadian 26:7). Seharusnya Ishak berani
dan sebagai seorang suami mengakui Ribka sebagai istrinya. Ketika kadar kasih
Ishak kepada Ribka menurun, maka kadar hormat dan kepercayaan Ribka juga
menurun. Sudah tidak ada lagi saling percaya dan menghargai dari keduanya.
3. Ishak dan Ribka tidak memperhatikan pentingnya
komunikasi. Seharusnya mereka dapat berunding sebelum memutuskan sesuatu yang
penting. Dengan berbicara, menimbang, bertukar pikiran dengan pasangan maka
masalah besar akan dapat teratasi. Sebaliknya, jika tidak ada komunikasi maka
masalah kecil dapat menjadi bom yang besar.
4. Hubungan suami istri hanya dapat dipisahkan oleh
maut, bagaimana pun kondisi pasangan dan lamanya usia pernikahan itu. Hubungan
yang akrab antara ayah dan ibu akan menimbulkan rasa hormat dan kesatuan
anak-anak dan keluarga. Orang tua akan memiliki wibawa, dan tidak hanya bisa
menasehati dengan kata-kata tetapi juga menjadi contoh dan teladan yang baik
bagi anak-anak.
Dari keluarga Ishak dan Ribka kita banyak belajar
apa yang harus diperbaiki dalam rumah tangga. Kita dituntut menerima dan
mengasihi pasangan kita. 1 Petrus 4:8 dikatakan bahwa kasih menutupi banyak sekali dosa, dan dalam 1 Korintus 13 mengenai KASIH saat
keluarga kita perlu pemulihan. Seandainya kasih ini ada dalam keluarga Ishak
dan Ribka, tentu keluarga ini akan menjadi contoh keluarga yang ideal. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar